SULAWESI.NEWS, Kotamobagu — Kejaksaan Negeri Kotamobagu pada Kamis, 4 Desember 2025, melaksanakan tahapan lanjutan eksekusi putusan terhadap Erni Junaidi (EJ), pengguna Ruko E-6 Pasar 23 Maret. EJ sebelumnya dinyatakan bersalah melanggar Peraturan Daerah Kota Kotamobagu Nomor 1 Tahun 2024 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Eksekusi tersebut dipimpin oleh Jaksa Eksekutor Agung, didampingi tiga anggota tim serta penyidik dari Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Kotamobagu.
Dalam proses di lapangan, jaksa memberikan penjelasan langsung kepada EJ mengenai amar putusan, kewajiban yang harus dipenuhi, serta konsekuensi hukum jika putusan tidak dijalankan. Melihat respons terdakwa saat dialog berlangsung, jaksa memutuskan untuk tidak membawa EJ pada hari itu. Meski demikian, pihak kejaksaan menegaskan bahwa tahapan eksekusi tetap berjalan sesuai prosedur yang berlaku.
Pendekatan persuasif tersebut dilakukan agar terdakwa memahami keseluruhan putusan pengadilan sekaligus memastikan bahwa jadwal eksekusi lanjutan sudah disampaikan secara resmi.
EJ sebelumnya dituntut oleh Penyidik Satpol PP dan dijatuhi hukuman melalui Putusan Pengadilan Negeri Kotamobagu Nomor 11/Pid.C/2025/PN Ktg, berupa Denda sebesar Rp20.000.000, Subsider 20 hari kurungan apabila denda tidak dibayarkan dalam waktu dua bulan.
Karena batas waktu pembayaran telah berakhir, proses kini memasuki tahap akhir dan menjadi kewenangan penuh Kejaksaan Negeri Kotamobagu.
Kasat Pol PP Kotamobagu Sahaya Mokoginta, menegaskan bahwa pihaknya hadir sebagai pendamping sesuai tugas penegakan perda.
“Hari ini kami dari Satpol PP mendampingi eksekutor kejaksaan untuk pelaksanaan putusan terhadap terdakwa EJ. Prosesnya berjalan aman, dan terdakwa sudah mendengar langsung penjelasan dari jaksa. Untuk tahapan lanjutan, semuanya menjadi kewenangan Kejaksaan Negeri,” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perdagangan Kota Kotamobagu, Ariono Potabuga, menjelaskan bahwa EJ telah menggunakan ruko milik pemerintah sejak 2024 tanpa memenuhi kewajiban pembayaran retribusi.
“Terdakwa memakai ruko tanpa membayar retribusi sejak 2024. Ini jelas merugikan daerah karena retribusi ruko merupakan salah satu sumber pendapatan pemerintah,” kata Ariono.
Ia menambahkan, kerugian daerah tidak hanya berasal dari tunggakan retribusi, tetapi juga dari potensi penerimaan yang hilang, mengingat aset pemerintah seharusnya dapat memberikan manfaat ekonomi jika dikelola dengan baik. Kondisi ini kontras dengan penyewa lain yang selama ini membayar kewajiban secara rutin.
Ariono juga menyebutkan bahwa penindakan tegas justru berdampak positif terhadap peningkatan pendapatan sektor perdagangan.
“Ketika penegakan dilakukan konsisten, tingkat kepatuhan penyewa langsung naik. Tahun sebelumnya retribusi sekitar Rp900 juta, dan di tahun 2025 sudah melewati Rp1 miliar. Ini bukti nyata meningkatnya PAD dari sektor perdagangan,” jelasnya.
Kenaikan disiplin wajib retribusi ini menunjukkan bahwa pengelolaan aset yang tegas dan transparan efektif dalam memperkuat Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pada akhirnya, peningkatan PAD akan kembali kepada masyarakat dalam bentuk pelayanan publik yang semakin baik.
Penegakan hukum yang konsisten diharapkan terus menciptakan ketertiban pemanfaatan aset daerah, menjamin keadilan bagi seluruh penyewa, serta memperkokoh tata kelola pemerintahan menuju Kota Kotamobagu yang lebih tertib, maju, dan berintegritas.(*)








